Palembang
History - Kiai Haji Masagus Abdul Hamid atau yang dikenal
masyarakat palembang (Sumsel) sebagai Kiai Muara Ogan
adalah salah satu tokoh ulama yang terkenal pada masanya. Ia lahir dari
keluarga bangsawan Kesultanan Palembang pada tahun 1811. Kiai Muara Ogan adalah
putra seorang bangsawan Palembang. Ayahnya bernama Masagus Mahmud. Meskipun
dari keturunan bangsawan, ia dikenal sebagai seorang ulama yang zuhud dan
tawadhu.
Metode dakwah Kiai Muara Ogan sangat efektif. Ia selalu membangun masjid atau langgar sebagai tempat ibadah dan kegiatan dakwah di tempat yang dikunjunginya. Pembangunannya menggunakan biaya sendiri yang dihasilkan dari usaha Kiai Muara Ogan berdagang kayu.
Menurut cerita Masagus Ahmad Fauzi, cicit Kiai Muara Ogan, suatu hari Kiai Muara Ogan ingin hijrah ke Masjid Aqsha di Palestina. Pada tahun 1819, terjadi perang Menteng yang menyebabkan gugurnya banyak ulama di Palembang. Pada tahun 1823, secara resmi Belanda menguasai Palembang. Oleh karena itu Kiai Muara Ogan merasa bahwa negerinya masih sangat membutuhkannya, sehingga ia memilih kembali ke Palembang untuk berdakwah.
Pada tahun 1871, Kiai Muara Ogan mendirikan masjid di lokasi pertemuan antara Sungai Musi dan Sungai Ogan atau di lingkungan masyarakat setempat disebut muara. Masjid Kiai Muara Ogan ini berdekatan dengan Stasiun Kereta Api yang terletak di Jalan Kiai Marogan, Kelurahan kertapati, Kecamatan Kertapati, Palembang. Masjid Kiai Muara Ogan Masjid ini awalnya bernama Masjid Jami Kiai Abdul Hamid bin Mahmud. Karena Kiai Muara Ogan sangat dikenal masyarakat sebagai ulama, kemudian berubah menjadi Masjid Kiai Muara Ogan.
Masjid Kiai Muara Ogan yang sudah berusia satu abad lebih ini salah satu peninggalan Kiai Muara Ogan yang masih berdiri sampai sekarang. Bangunan masjid ditopang oleh tiang-tiang berbentuk persegi delapan. Bentuk kubahnya yang dipengaruhi bentuk rumah limas dan susun kayu kajang onglen memanjang mengelilingi ruangan dalam masjid.
Bagian-bagian masjid sebagian besar masih asli. Antara lain, saka guru dan 12 tiang penunjangnya, rangka bangunan atap, langit-langit, dan kuda-kuda. Mimbar khas masjid ini juga masih menampakkan keaslian, baik bahan maupun hiasannya. Di samping itu, beduk yang digunakan hingga sekarang berukuran panjang 2,5 m dan berdiameter 0,8 meter.
Selain Masjid Kiai Muara Ogan di Kertapati, Palembang, pada tahun 1890, Kiai Muara Ogan membangun Masjid Lawang Kidul yang terletak di tepi sungai Musi di kawasan Ilir Timur II Palembang.
Masjid Kiai Muara Ogan dan Masjid Lawang Kidul merupakan markas dakwahnya yang sangat berpengaruh. Dari kedua masjid itu, dengan menggunakan perahu, Kiai Merogan bolak-balik menyebarkan misi dakwahnya. Makam Kiai Merogan yang banyak diziarahi warga Palembang dan luar Palembang terletak di sebelah utara samping Masjid Muara Ogan, Kertapati, Palembang.
Melihat kedua masjid yang dibangun Kiai Muara Ogan (Masjid Kiai Muara Ogan dan Masjid Lawang Kidul) di Palembang ini dibangun di tepi sungai karena memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat Palembang ketika itu aktivitas ekonomi dan transportasi banyak dilakukan melalui Sungai Musi.
Kiai Muara Ogan wafat pada tahun 1882 (ada pendapat lain wafat pada tahun 1901). Beliau dimakamkan di sebelah utara yang masih satu tempat kawasan Masjid Kiai Muara Ogan. Banyak orang yang berziarah ke makam beliau, karena atas perjuangan dan jasa beliau mensyiarkan Islam di Palembang sampai daerah-daerah pelosok Sumatera Selatan.
(Sumber : hellopalembang.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar